Minggu, 11 Desember 2016

Filsafat Hukum Islam

Ajaran Filsafat Hukum Islam hampir tidak ada dalam literatur filsa­fat hukum di Indonesia, semua penulis filsafat hukum tidak memasukkan filsafat hukum Islam dalam berbagai karya ilmiahnya. Entah karena apa hal itu bisa terjadi, apakah filsafat hukum Islam dianggap lebih rendah nilainya dibandingkan dengan hukum yang dianggap modern yang diberlakukan di beberapa negara Barat, seperti Belanda, Jerman, Amerika dan Inggris. Ajaran filsafat hukum islam bukan saja tidak diajarkan dan dilaksanakan melainkan telah mendapatkan serangan dari berbagai pihak dan ironisnya serangan-serangan itu datang dari umat Islam sendiri.

Filsafat hukum yang diajarkan oleh para filsuf berkisar tentang sejarah hukum, hakikat hukum dan teori hukum. Aliran hukum alam yang semula mendominasi pemikiran tantang hukum berpendapat bahwa hu­kum itu berlaku universal dan abadi, mengetahui sejarah hukum alam berarti mengetahui sejarah umat manusia dalam usahanya untuk mencari keadilan yang mutlak. Hukum alam terdiri dari hukum alam yang irasional dan rasional. Hukum alam yang irasional berasal dari Tuhan, sedangkan hukum alam yang rasional berasal dari rasio manusia, sedangkan rasio manusia itu berasal dari Tuhan juga, dengan demikian hukum alam itu berasal dari Tuhan juga.

Rasa pesimis hendaknya dihilangkan, karena pada kesempatan ini akan diulas mengenai filsafat hukum Islam dan menjadikannya hukum Is­lam itu sejajar dengan hukum yang lainnya. Senada dengan itu, Lippman berpendapat bahwa Common Law, Civil Law, dan Islamic Law merupakan tiga tradisi hukum yang utama saat ini, mencakup kegiatan hukum dan filosofi dari mayoritas bangsa-bangsa di dunia. Bahwa jika hukum konvensional menginginkan akan keadilan yang hakiki, maka demikian pula halnya hukum Islam tidak mungkin diadakan jika tidak berdasar atas keadilan.

Filsafat Hukum Islam mengambil pandangan tentang hukum bersifat teleologis, yang menyatakan bahwa adanya hukum adalah mempunyai maksud tertentu, tidak dapat disangkal bahwa setiap sistem hukum diorientasikan untuk mencapai tujuan tertentu yang menuntun pelaksanaan. Hukum Islam atau Syariat adalah sistem ketuhanan yang dinobatkan untuk menuntun umat manusia menuju ke jalan damai di dunia ini dan bahagia di hari kiamat. Mengatur dengan kekuatan bukan tujuan syariat, keadilan adalah tujuan utama. Keadilan menurut syariat adalah perintah yang lebih tinggi karena tidak hanya memberikan setiap orang akan haknya tetapi juga sebagai rahmat dan kesembuhan dari sakit. Berlaku adil dianggap sebagai langkah takwa setelah iman kepada Allah.

Hukum dalam pandangan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu Hukum, yang berarti putusan pengadilan (hakim) atau putusan yang ditetapkan sebagai undang-undang. Menurut Hisako Nakamura, seorang peneliti dari Jepang, Hukum adalah Suatu kompilasi yang komprehensif dari putusan dan pendapat dari ulama terhadap berbagai masalah dengan menunjuk pada syariat (contohnya apakah suatu perbuatan manusia itu masuk fardu, mandub, mubah atau haram dalam sudut pandang agama). Dalam bahasa Indonesia terhadap syariat Islam digunakan istilah hukum syariat atau hukum syara, sedangkan untuk fikih Islam digu­nakan hukum fikih atau hukum Islam.

Kata hakim secara etimologi berarti “orang yang memutuskan hu­kum.” Dalam istilah fikih, kata hakim juga dipakai sebagai orang yang memutuskan hukum di pengadilan yang sama maknanya dengan qadhi. Dalam kajian ushul fiqih, kata hakim berarti pihak penentu dan pembuat hukum syariat secara hakiki. Para ulama ushul fiqih sependapat bahwa yang menjadi pembuat hukum hanyalah Allah melalui wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, berupa Al-Quran yang berisi tentang perintah dan/atau langangan, bahwa Allah-lah sebenarnya pemberi keputusan yang paling baik dan paling adil.

Sumber Sumber Hukum Islam adalah Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, kedua sumber hukum Islam itu disebut juga dalil pokok hu­kum Islam karena keduanya merupakan petunjuk (dalil) utama kepada hukum Allah. Ada juga dalil lain selain Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, seperti ijma dan qiyas yang dikembangkan oleh ahli hukum kebangsaan Mesir, digunakan sebagai pendukung Al-Quran dan Sunnah. Adapun mengenai keharusan berpegang pada keempat sumber tersebut merupakan wajib yang harus diikuti dalam menjalankan hukum Islam.

Sumber:
Agus Santoso, 2014. Hukum, Moral, Dan Keadilan. Yang Menerbitkan Kencana Prenada Media Group : Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar