Minggu, 11 Desember 2016

Implementasi Filsafat Pendidikan Eksistensialisme

Eksistensialisme adalah paham yang dibawa oleh Soren Kierkegaard yang memiliki pemikiran sekitar apa sebenarnya manusia, apa guna manusia di dunia dan apa pemecahan kongret dari suatu masalah tentang makna.

Eksistensialisme adalah aliran yang memiliki pandangan bawah semua gejala berawal dari eksistensi. Eksistensi adalah keberaadaan sesuatu di dunia dan makna dari keveradaan tersebut. Manusia yang bereksistensi bukan hanya sekedar ada dan bukan sekedar hidup, melainkan mengetahui apa sebenarnya arti keberadaannya di dunia.

Eksistensi hanya dimiliki oleh manusia. Eksistensi inilah yang membedakan antara manusia dengan hewan. Manusia unggul adalah manusia yang mampu menunjukkan eksistensinya. Aliran eksistensialisme percaya bahwa sebenarnya dalam diri manusia memiliki berbagai macam potensi yang bisa jadi berbeda satu dengan yang lainnya. Bagi ekistensialisme, benda-benda materi, alam fiisik, dunia yang berada di luar manusia tidak akan bermakna atau tidak memiliki tujuan apa-apa kalau terpisah dengan manusia. Jadi dunia ini bermakna karena manusia. Eksistensialisme mengakui bahwa apa yang dihasilkan sains cukup asli, namun tidak memiliki makna kemanusian secara langsung.

Eksistensi mendahului esensi. Ini mengandung maksud bahwa manusia ‘ada” terlebih dahulu di dunia untuk kemudian memahami apa maksud keberadaannya di dunia dan mencari makna atas keberadaannya tersebut.

Menurut eksistensialisme, ilmu pengetahuan diberikan disekolah untuk membantu peserta didik menemukan eksistensinya, menggali potensi yang dia miliki dan mengembangkan potensi yang dia miliki sesuai dengan bidang yang mereka inginkan. Pengetahuan diberikan bukan atas dasar memperoleh pekerjaan atau karir.

Dalam dunia pendidikan yang menganut filsafat pendidikan eksistensialisme, pendidikan dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk pemenuhan pribadi. Pendidikan menurut eksistensialisme hendaknya menekankan pada kualitas peserta didik. Eksistensi dan pendidikan sangat berkaitan erat. Dengan pendidikan manusia dapat mendapat sarana menunjukkan eksistensinya. Pendidikan dan eksistensi, keduanya saling melengkapi. Pusat perhatian dari aliran filsafat eksistensialisme adalah manusia, karena menurut eksistensialisme satu-satunya yang mampu bereksistensi dalah manusia, sedangkan pendidikan hanya mampu dilakukan oleh manusia.

Eksistensialisme tidak terlalu setuju dengan model pembelajaran behavioristik yang menakankan pada reward dan punishment. Tidak ada metode pendidikan yang baku dalam pendidikan menurut eksistensialisme. Fokusnya hanyalah membimbing peserta didik menemukan potensi, mengasah dan menggunakan bakat minat yang dimiliki.

Model pendidikan eksistensialisme ini terwujud dalam model pembelajaran dengan cara diskusi yang melibatkan semua peserta didik, dengan membagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Eksistensialisme mengajarkan peserta didik untuk mampu berpikir kritis dan tidak sekedar mengikuti arus. Adapun implementasi filsafat pendidikan eksistensialisme terhadap pendidikan di indoneisa adalah tujuan dari suatu pendidikan didesain untuk memberi bekal pengalaman kepada peserta didik secara luas dan komperhensif dalam semua bentuk kehidupan. Kurikulum didesain dengan bentuk liberal dimana mengutamakan kebebasan bagi siswa untuk mengasah kemampuan sendiri, namun tetap diimbangi dengan materi pengajaran sosial dan mengajari siswa untuk tetap menghormati guru, walaupun guru disini dianggap sebagai fasilitator, bukan lagi seorang pembimbing. Sistem pendidikan yang menganut eksistensialisme akan memasukkan kesenian dan humaniora sebagai materi pembelajarannya sebagai antisipasi bila ada siswa yang berminat pada bidang-bidang tersebut. Juga ada kegiata ekstra kulikuler seperti olahraga, teater, drum band, agar dari kegiatan tersebut peserta didik mampu menggali, mengenali dan kemudian mengembangkan potensi yang dimiliki.

Kelebihan Eksistensialisme
  1. Peserta didik dapat dengan bebas mengeksplorasi kemampuan dan bakat yang dimiliki, sehingga mereka dapat berkembang sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
  2. Merangsang peserta didik untuk belajar berpikir kritis karena mereka terbiasa mandiri, menemukan sesuatu yang baru sendiri dengan difasilitasi oleh peran guru.
Kekurangan Eksistensialisme
  1. Kontrol yang kabur dan kurang jelas memungkinkan peserta didik bersikap liar dan semaunya sendiri
  2. Peserta didik menjadi egois dan tidak dapat bekerjasama karena mereka terbiasa mandiri.
Sumber:
Ozman, Howard. A & Craver, Samuel m. (1990) : Philosophical Foundations of Education. Prentice-Hall: New Jersey





Tidak ada komentar:

Posting Komentar